Rabu, 31 Maret 2010

SINTESIS ZEOLIT-A DAN KARAKTERISASINYA

SINTESIS ZEOLIT-A DAN KARAKTERISASINYA
(K.3-02)
A. TUJUAN PERCOBAAN
Kompetensi yang diharapkan:
1.Memahami prinsip sintesis zeolit-A dan teknik karakterisasinya.
2.Memahami karakteristik struktur zeolit-A.
Keterampilan yang diharapkan:
1.Menguasai teknik sintesis hidrotermal menggunakan reaktor bertekanan tinggi.
2.Menguasai analisis FTIR dan XRD untuk zeolit beserta interpretasi dan pengolahan datanya.
B. LANDASAN TEORI
Mineral zeolit merupakan suatu kelompok mineral alumunium silikat terhidrasi dari logam alkali dan alkali tanah (terutama Ca, dan Na), dengan rumus umum LmAlxSiyOz ·nH2O dimana L adalah logam. Zeolit sintetis adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang sama dengan zeolit yang ada di alam, zeolit sintetis ini dibuat dari bahan lain dengan proses sintetis, yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai zeolit yang ada di alam (Saputra, 2006).
Zeolit biasanya ditulis dengan rumus kimia oksida atau berdasarkan satuan sel kristal M2/nO Al2O3 aSiO2 bH2O atau Mc/n {(AlO2)c(SiO2)d} bH2O. Dimana n adalah valensi logam, a dan b adalah molekul silikat dan air, c dan d adalah jumlah tetrahedral alumina dan silika. Rasio d/c atau SiO2/Al2O bervariasi dari 1-5. Zeolit tidak dapat diidentifikasi hanya berdasarkan analisa komposisi kimianya saja, melainkan harus dianalisa strukturnya (Thamzil, 2008).
Zeolit pada dasarnya memiliki tiga variasi struktur yang berbeda yaitu:
a. Struktur seperti rantai (chain-like structure), dengan bentuk kristal acicular dan prismatic, contoh: natrolit.
b. Struktur seperti lembaran (sheet-like structure), dengan bentuk kristal platy atau tabular biasanya dengan basal cleavage baik, contoh: heulandit.
c. Struktur rangka, dimana kristal yang ada memiliki dimensi yang hampir sama, contoh: kabasit.

Zeolit mempunyai kerangka terbuka, sehingga memungkinkan untuk melakukan adsorpsi Ca bertukar dengan 2(Na,K) atau Ca,Al dengan (Na,K)Si. Morfologi dan struktur kristal yang terdiri dari rongga-rongga yang berhubungan ke segala arah menyebabkan permukaan zeolit menjadi luas (Saputra, 2006).
Banyak kristal zeolit baru telah disintesis dan memenuhi beberapa fungsi penting dalam industri kimia dan minyak bumi dan juga dipakai sebagai produk seperti deterjen. Telah diketahui lebih dari 150 tipe zeolit sintetik dan 40 mineral zeolit. Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si/Al antara lain, zeolit silika rendah dengan perbandingan Si/Al 1–1,5, memiliki konsentrasi kation paling tinggi, dan mempunyai sifat adsorpsi yang optimum, contoh zeolit silika rendah adalah zeolit-A dan X; zeolit silika sedang, yang mempunyai perbandingan Si/Al adalah 2-5, contoh zeolit jenis ini adalah Mordernit, Erionit, Klinoptilolit, zeolit Y; zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10–100, bahkan lebih, contohnya adalah ZSM-5.

Gambar 1. Struktur Zeolit-A


Gambar 2. Struktur Zeolit-X,Y
Proses pembuatan zeolit secara komersial terbagi menjadi tiga kelompok yaitu pembuatan zeolit dari gel reaktif aluminosilika atau hidrogel, konversi dari mineral tanah liat menjadi zeolit, dan proses berdasarkan pada penggunaan material mentah zeolit yang sudah ada di alam. Hidrogel dan konversi dari mineral tanah liat membentuk bubuk atau pellet zeolit dengan kemurnian tinggi. Produk zeolit bubuk biasanya terikat dengan oksida organik atau mineral membentuk partikel yang menyatu untuk mempermudah dalam menangani dan menggunakannya. Kristal zeolit kemurnian tinggi yang digunakan dalam proses adsorbsi harus dibentuk menjadi gumpalan yang mempunyai kekuatan fisik tinggi dan ketahanan terhadap keausan. Bubuk kristal dibentuk menjadi gumpalan dengan tambahan pengikat anorganik umumnya adalah tanah liat, dalam campuran basah. Campuran tanah liat zeolit kemudian dipotong menjadi pellet tipe silinder atau dibentuk menjadi manik-manik, setelah itu dikalsinasi membentuk komposit yang kuat. Proses komersial pertama dalam pembuatan zeolit sintesis dalam skala besar yang berdasarkan sintesis dalam laboratorium adalah dengan menggunakan hidrogel tak berbentuk (amorphous hydrogels). Material yang digunakan adalah natrium silikat, natrium aluminat, dan natrium hidroksida. Hydrogel process didasarkan baik sebagai sel gel homogen yang hidrogelnya disiapkan dari alumina reaktif atau silika dalam bentuk padat sebagai contoh bubuk silika padat. Bahan baku diukur dalam tangki pencampuran dalam rasio yang tepat. Kristalisasi dilakukan dalam kristaliser terpisah. Langkah aging pada suhu kamar sebelum kristalisasi mungkin diperlukan untuk sintesa beberapa zeolit kemurnian tinggi. Umumnya suhu kristalisasi adalah dekat titik didih air, dalam kasus tertentu seperti sintesa zeolit tipe mordenit suhu yang lebih tinggi diperlukan. Setelah periode penghancuran, slurry kristal dalam larutan disaring pada rotary filter. Jika dilihat dari manfaatnya, zeolit X dapat digunakan sebagai katalis, adsorben, separasi gas, ion-exchanger, petrochemical dan dapat pula digunakan sebagai deterjen (Ulfah et.al., 2006).
Zeolit memiliki sifat fisika dan kimia yang unik, sehingga dalam dasawarsa ini, zeolit oleh para peneliti dijadikan sebagai mineral serba guna. Sifat-sifat unik tersebut meliputi dehidrasi, adsorben dan penyaring molekul, katalisator dan penukar ion.
Zeolit mempunyai sifat dehidrasi (melepaskan molekul H2O) apabila dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka zeolit akan menyusut. Tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Disini molekul H2O seolah-olah mempunyai posisi yang spesifik dan dapat dikeluarkan secara reversibel.
Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi.
Kemampuan zeolit sebagai katalis berkaitan dengan tersedianya pusat-pusat aktif dalam saluran antar zeolit. Pusat-pusat aktif tersebut terbentuk karena adanya gugus fungsi asam tipe Bronsted maupun Lewis. Perbandingan kedua jenis asam ini tergantung pada proses aktivasi zeolit dan kondisi reaksi. Pusat-pusat aktif yang bersifat asam ini selanjutnya dapat mengikat molekul-molekul basa secara kimiawi.
Sedangkan sifat zeolit sebagai penukar ion karena adanya kation logam alkali dan alkali tanah. Kation tersebut dapat bergerak bebas didalam rongga dan dapat dipertukarkan dengan kation logam lain dengan jumlah yang sama. Akibat struktur zeolit berongga, anion atau molekul berukuran lebih kecil atau sama dengan rongga dapat masuk dan terjebak (Putra, 2009).
Penggunaan zeolit sintetis memiliki sifat yang lebih baik dibanding dengan zeolit alam. Perbedaan terbesar antara zeolit sintesis dengan zeolit alam adalah:
a. Zeolit sintetis dibuat dari bahan kimia dan bahan-bahan alam yang kemudian diproses dari tubuh bijih alam.
b. Zeolit sintetis memiliki perbandingan silika dan alumina yaitu 1:1 dan sedangkan pada zeolit alam hingga 5:1.
c. Zeolit alam tidak terpisah dalam lingkungan asam seperti halnya zeolit sintetis (Saputra, 2006).

Spektrofotometri FTIR
Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) adalah sama dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistim optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel. Dasar pemikiran dari Spektrofotometer FTIR adalah dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang ahli matematika dari Perancis. Fourier mengemukakan deret persamaan gelombang elektronik sebagai :

dimana :-  a dan b merupakan suatu tetapan
-  t adalah waktu
-  ω adalah frekuensi sudut (radian per detik)
( ω = 2 Π f dan f adalah frekuensi dalam Hertz)
Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekuensi. Perubahan gambaran intensitas gelobang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier Transform).
Selanjutnya pada sistim optik peralatan instrumen FTIR dipakai dasar daerah waktu yang non dispersif. Sebagai contoh aplikasi pemakaian gelombang radiasi elektromagnetik yang berdasarkan daerah waktu adalah interferometer yang dikemukakan oleh Albert Abraham Michelson (Jerman, 1831). Perbedaan sistim optik Spektrofotometer IR dispersif (Hadamard Transform) dan Interferometer Michelson pada Spektrofotometer FTIR (Fourier Transform) tampak pada gambar berikut :


Cara Kerja Alat Spektrofotometer FTIR
Sistim optik Spektrofotometer FTIR seperti pada gambar dibawah ini dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak (M) dan jarak cermin yang diam (F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2  yang selanjutnya disebut sebagai retardasi (δ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistim optik Fourier Transform Infra Red.

Pada sistim optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik.
Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.
Keunggulan Spektrofotometer FTIR
Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer FTIR memiliki dua kelebihan utama dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu :
1.Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning.
2.Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless) (Giwangkara, 2009).
Defraktometer Sinar-X
Metode difraksi sinar-X merupakan metode yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik sinar-X. Dasar analisis metode ini adalah pengukuran radiasi sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal.
Susunan alat XRD




Cara kerja alat
1)Tabung sinar-X
Tabung sinar-X merupakan produksi sinar-X. Tabung ini berisi katoda filamen tungsten sebagai sumber elektron dan anoda yang berupa logam target.

Gambar 3. Tabung sinar-X
2)Goniometer
Goniometer merupakan 1 unit dengan tempat sampel dan detektor yang bergerak memutar selama alat dioperasikan.
3)Tempat sampel
Tempat sampel berupa lempeng logam atau plat kaca yang cekung atau berlubang ditengahnya dimana sampel serbuk diisikan. Sampel berputar bersama goniometer dan membentuk sudut terhadap sinar-X yang datang.
4)Detektor gas
Berisi gas yang sensitif terhadap sinar-X, katoda dan anoda. Cara kerja detektor gas adalah atom-atom gas akan terionisasi saat terkena sinar-X (yang terdifraksi oleh sampel membentuk e* dan G+. Elektron menuju katoda dan kation menuju anoda sehingga menghasilkan arus listrik. Arus listrik diubah menjadi pulsa yang akan dihitung oleh counter dan scaler. Counter mendeteksi sudut dan scaler mendeteksi intensitas.

5)Rekorder
Rekorder menampilkan keluaran yang berupa pola difraksi atau defraktogram seperti gambar berikut ini:



Posisi sudut difraksi menggambarkan jenis kristal dan intensitas dapat mewakili konsentrasi kristal maupun tingkat kekristalan suatu sampel. Sampel dengan kekristalan tinggi, meskipun jumlahnya sedikit, akan memberikan intensitas yang tinggi dan tajam.
Kegunaan metode difraksi sinar-X
Penentuan sudut kristal: bentuk dan ukuran sel satuan kristal, pengindeksan bidang kristal, jumlah atom per sel satuan.
Analisis kimia: identifikasi kristal, penentuan kemurnian hasil sintesis dan deteksi senyawa baru.
(Mudasir dkk., 2001)

C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan:
a). 2 buah gelas arloji ukuran sedang
b). 2 buah gelas piala ukuran 100 mL
c). 1 buah gelas ukur ukuran 100 mL
d). 2 buah corong pisah
e). 2 buah Erlenmeyer ukuran 250 mL
f). 1 buah gelas piala plastik ukuran 100 mL
g). 1 buah gelas ukur plastik ukuran 50 mL
h). 1 buah pengaduk magnetik stirrer ukuran kecil
i). 1 buah penangas air
j). 1 buah oven
k). 2 buah sendok sungu
l). 1 buah bomb teflon kecil
m). 1 buah penyaring Buchner
n). 2 buah kertas saring Whatman 42
o). 2 buah pengaduk gelas
p). 1 buah pipet ukur
q). kertas pH
r). Difraktometer sinar-X
s). Spektrofotometer inframerah
2. Bahan yang digunakan:
a). NaOH teknis
b). Al(OH)3
c). Natrium silikat
d). Akuades
3. Skema Alat Utama

Spektrofotometer Infra Merah

Defraktometer Sinar-X


D. PROSEDUR KERJA
1. Preparasi Natrium Aluminat









2. Preparasi Zeolit-A















3. Karakterisasi Zeolit-A









E. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
1.Hasil Percobaan
a.Hasil Analisis FTIR



b.Hasil Analisis XRD
(Keterangan: data hasil analisis XRD belum ada)





2.Pembahasan
Telah dilakukan percobaan “Sintesis Zeolit-A dan Karakterisasinya” dengan tujuan kompetensi yang diharapkan adalah memahami prinsip sintesis zeolit-A dan teknik karakterisasinya dan memahami karakteristik struktur zeolit-A. Dan tujuan keterampilan yang diharapkan adalah menguasai teknik sintesis hidrotermal menggunakan reaktor bertegangan tinggi dan menguasai analisis FTIR dan XRD untuk zeolit beserta interpretasi dan pengolahan datanya.
Dalam percobaan ini dilakukan 3 tahapan yaitu: preparasi natrium aluminat, preparasi zeolit-A dan sintesis dan karakterisasi zeolit-A. Tahap pertama adalah proses pembuatan natruim aluminat dimulai dengan sebanyak 1,110 gram NaOH teknis dan 2,1659 gram Al(OH)3 dicampurkan kemudian digerus dalam cawan porselin sampai menggumpal kemudian dipanaskan dengan penangas air selama 15 menit setelah itu ditambahkan air panas 20 ml akan terbentuk larutan natrium aluminat. Penambahan NaOH ke dalam Al(OH)3 membentuk koloid berwarna putih. NaOH bersifat basa mampu menarik proton mengakibatkan pengendapan kation Al3+ untuk menghasilkan endapan logam aluminat. Proses pembuatan natrium aluminat harus dalam suasana basa dengan tujuan sebagai penyeimbang karena atom O pada NaOH mempunyai harga elektronegativitas lebih tinggi daripada Si/ Al sehingga H+ akan terikat di atom O. Pengaruh rasio Si/Al terhadap proses nukleasi dari zeolit sangat besar. Dengan naiknya konsentrasi aluminium dalam kerangka, rasio Si/Al semakin menurun, kekuatan dari situs asam menjadi berkurang. Rasio Si/Al mengubah banyaknya atom Al tetangga di sekitar gugus hidroksil. Polarisasi muatan negatif dari atom Al akan menetralkan muatan positif atom H pada gugus OH sehingga kemampuan donor protonnya menjadi berkurang. Dengan semakin banyaknya atom Al akan memperbesar efek polarisasi sehingga menghalangi proton untuk lepas dan menyebabkan kuat asam Brønsted menjadi berkurang.
(Trisunaryanti, 2000) mengatakan bahwa sesuai dengan asam basa Bronsted, asam adalah zat yang memiliki kecenderungan untuk melepaskan proton (H+), sehingga keasaman suatu padatan adalah kemampuan suatu padatan untuk memberikan proton. Teori Lewis menyatakan bahwa asam suatu zat (padatan) didefinisikan sebagi kemampuan suatu zat untuk menerima pasangan elektron.
Asam Bronsted terletak pada proton yang diikat oleh atom oksigen yang berada disekitar atom alumunium. Sisi asam Bronsted dalam zeolit dapat dihasilkan dengan cara perlakuan termal untuk menguapkan OH- (ion-ion penggangu) dari kerangka zeolit sehingga proton H+ dapat masuk dalam kerangka zeolit.

Skema situs asam Brønsted dan Lewis dalam zeolit


Tahap kedua adalah preparasi zeolit-A dilakukan dengan cara sebanyak 5 ml natrium silikat, 5 ml natrium aluminat (hasil preparasi tahap pertama) dimasukkan dalam gelas beker plastik beserta dengan stirrer kemudian akan terbentuk gel putih. Proses pemanasan disertai dengan pengadukan menggunakan hot plate stirrer sehingga reaksi diharapkan menjadi lebih sempurna. Endapan yang terbentuk merupakan campuran gel logam aluminat berwarna putih. Setelah pemanasan campuran gel aluminat, dipindahkan dalam wadah teflon kemudian diaging secara hidrotermal pada temperatur 1500C dan tanpa hidrotermal pada temperatur 90-1100C dalam oven selama 1 jam.
Hidrotermal adalah proses pemanasan pada temperatur tertentu dengan kesetimbangan uap dan air terjaga. Sedangkan tanpa hidrotermal adalah pemanasan biasa. Keberadaan air disini diperlukan karena untuk menentukan kristalinitas (dari zeolit). Jika dibandingkan antara tanpa hidrotermal proses hidrotermal lebih efektif karena temperaturnya bisa dioperasikan (diatur) sedangkan tanpa hidrotermal temperaturnya sangat tinggi sehingga boros energi. Teknik sintesis hidrotermal merupakan metode konvensional yang umum digunakan untuk sintesis zeolit. Campuran gel diletakkan dalam bahan yang berlapis teflon karena pemanasan ini dilakukan pada suhu tinggi (1500C).


Reaksi sintesis zeolit-A adalah:

Proses aging bertujuan untuk memperoleh polimer zeolit-A yang lebih kristalin. Setelah proses aging campuran kristal berubah menjadi kristal yang lebih padat.
Tahap ketiga, kristal disaring dan dicuci sampai netral menggunakan akuades untuk menghilangkan sisa basa (OH-) dan ion-ion penggangu lainnya. Senyawa-senyawa pengotor seperti molekul organik dapat menutupi pori dari zeolit sehingga menghalangi masuknya reaktan ke dalam kerangka. Hal ini menyebabkan defusivitas dari reaktan berkurang. Letak logam yang berada di permukaan, saluran-saluran, ataupun dalam rongga zeolit juga berpeluang untuk menutupi pori dan menghambat proses difusi. Selain itu, adanya logam alkali seperti Na mempercepat proses nukleasi karena mengurangi efek situs asam protonik (asam Bronsted), dan Na ukurannya lebih kecil sehingga lebih mudah ditukarkan.
Untuk menguji kenetralannya digunakan kertas lakmus sebagai indikator dengan cara mencelupkan kertas lakmus pada filtrat yang diperoleh. Pencucian dihentikan setelah filtrat yang diuji telah netral. Kristal hasil penyaringan kemudian dibuat pellet yang diletakkan dalam gelas arloji lalu dipanaskan dalam oven pada temperatur 1500C selama 20 menit. Pemanasan dalam oven bertujuan untuk mengeringkan kristal sehingga dapat mengurangi terikatnya molekul air pada kristal. Setelah pemanasan selesai selanjutnya adalah kristal zeolit yang terbentuk dianalisis menggunakan spektofotometer FTIR dan XRD untuk mengetahui kristalinitas dari zeolit.
Karakterisasi zeolit-A diperlukan untuk menentukan keberhasilan pembuatan zeolit-A. Zeolit-A dikarakterisasi dengan beberapa teknik karena tidak ada satu pun teknik laboratorium yang mampu mengamati seluruh data yang diperlukan. Dalam percobaan ini, zeolit-A dikarakterisasi menggunakan XRD untuk menentukan kristalinitas zeolit-A dan FTIR untuk memprediksi kristalinitas vibrasi D4R dan vibrasi bending Si-Al-O dari zeolit-A.
1.Karakterisasi menggunakan FTIR


Zeolit-A standard secara teoritis mempunyai pita IR karakteristik sebagai berikut:
a.Stretching asimetris ikatan Si-Al-O pada frekuensi=1000-1500 cm-1
b.Stretching simetris ikatan Si-Al-O pada frekuensi= 660 cm-1
c.Vibrasi bending ikatan Si-Al-O pada frekuensi= 464 cm-1
d.Ring D4R pada frekuensi= 560 cm-1
e.Adanya gugus –OH pada frekuensi= 3400 cm-1
f.Bending molekul air pada frekuensi= 1645 cm-1
Untuk spektra hidrotermal dan tanpa hidrotermal mempunyai persamaan pada bilangan gelombang 1033,85 cm-1 menunjukkan karakteristik adanya stretching asimetris ikatan Si-Al-O, pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 diperkirakan adanya gugus –OH dan pada bilangan gelombang 1635,64 cm-1 diperkirakan adanya bending molekul air. Sedangkan perbedaanya yaitu pada vibrasi bending Si-Al-O untuk spektra tanpa hidrotermal terjadi pada bilangan gelombang 478,35 cm-1 sedangkan hidrotermal pada 470,63 cm-1. Apabila dibandingkan dengan spektra standar zeolit-A vibrasi bending Si-Al-O dari kedua pemanasan tersebut memiliki selisih yang cukup jauh yang disebabkan oleh waktu pemanasan dan perlakuan cara pemanasannya (hidrotermal dan tanpa hidrotermal).
Untuk menentukan kristalinitas zeolit-A dalam spektra IR yang diukur adalah intensitas (I) dimana besarnya intensitas ini dari nilai D4R. D4R (double 4-rings) merupakan “jembatan” penghubung dari atom-atom oksigen yang dihubungkan oleh bola-bola kristal dalam struktur zeolit-A. Kalau nilai D4R dari zeolit-A besar berarti dia semakin kristalin. Jadi berhasil atau tidaknya karakterisasi sintesis zeolit-A bisa dilihat dari besarnya D4R ini. Secara teoritis besarnya D4R terjadi pada bilangan gelombang 560 cm-1. Nilai D4R dari hasil percobaan ini ternyata memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Untuk spektra perlakuan tanpa hidrotermal pada bilangan gelombang 586,36 cm-1 diperkirakan ring D4R terbentuk sedangkan spektra perlakuan hidrotermal tidak ditemukan puncak pada bilangan gelombang 560 cm-1 sehingga diperkirakan ring D4R tidak terbentuk. Hal ini disebabkan oleh cara perlakuan hidrotermal yang belum maksimal, dimana dalam percobaan ini proses hidrotermal tidak dilakukan pengenceran sebelum dipanaskan sehingga sistem air yang ada tidak seimbang atau ketersediaan air sangat minim karena kesetimbangan uap dan air tidak maksimal dengan yang akan dihidrotermal rasio Si/Al-nya cukup sedikit, akibat dari proses hidrotermal yang tidak maksimal ini diperkirakan D4R tidak terbentuk atau telah rusak sebelumnya. Oleh karena itu, untuk sintesis zolit-A melalui proses hidrotermal belum berhasil. Tetapi untuk proses tanpa hidrotermal sintesis zeolit-A hampir berhasil karena terbentuk puncak pada bilangan gelombang 586,36 cm-1 yang diasumsikan oleh praktikan nilai ini mendekati nilai bilangan gelombang standar. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan air yang ada dalam sistem cukup dan temperatur yang dioperasikan lebih kecil dari proses hidrotermal sehingga kesetimbangan air dan uapnya tetap terjaga.
Adanya vibrasi stretching simetris ikatan Si-Al-O untuk perlakuan hidrotermal ditemukan puncak pada bilangan gelombang 709,8 cm-1 sedangkan pada perlakuan tanpa hidrotermal tidak ditemukan. Hal ini disebabkan oleh proses sintesis dan pengoperasian temperatur yang berbeda untuk keduanya, dimana pengaruh temperatur juga menentukan kristalinitas zeolit.
Dalam spektra pemanasan tanpa hidrotermal ditemukan puncak yang tajam pada bilangan gelombang 1033,85 cm-1. Getaran kuat ini menunjukkan karakteristik adanya getaran asimetris ikatan Si-Al-O, berarti keteraturan atom-atomnya dalam menyusun rangka zeolit sangat tinggi. Sedangkan dalam spektra hidrotermal ditemukan puncak yang lebar pada bilangan gelombang yang sama yaitu 1033,85 cm-1 yang menunjukkan adanya getaran asimetris ikatan Si-Al-O berarti atom-atom penyusun rangka zeolit tidak teratur, sehingga hasil sintesisnya belum berhasil. Hal ini disebabkan oleh temperatur yang dioperasikan mungkin terlalu tinggi untuk yang hidrotermal air yang ada di dalam sistem sedikit, sehingga ketersediaan airnya sangat minim akibatnya kristalinitas tidak terbentuk. Secara teoritis pemanasan dapat menciptakan kristalinitas. Tetapi pemanasan yang tinggi juga harus disesuaikan dengan ketersediaan uap dan air yang ada dalam sistem seperti dalam proses pemanasan tanpa hidrotermal sehingga ditemukan puncak-puncak yang tajam.
Persentase kristalinitas dari sampel dihitung melalui perbandingan intensitas pada puncak 560 cm-1 dan 464 cm-1 dengan rasio sampel zeolit standar dari Degussa. Hasil perhitungan diperoleh % kristalinitas untuk sampel hidrotermal adalah 0% dan % kristalinitas untuk sampel tanpa hidrotermal adalah 181,194% berarti sampel tanpa hidrotermal lebih kristalin daripada sampel hidrotermal.
2.Karakterisasi menggunakan XRD
Teknik XRD telah digunakan untuk identifikasi dan kualifikasi zeolit-A. Dari beberapa penelitian terdahulu telah menggunakan metode XRD untuk menentukan kristalinitas dari zeolit-A. Akan tetapi dalam percobaan ini data XRD belum ada sehingga kristalinitas tidak bisa ditentukan dan diperbandingkan hasilnya dengan analisis FTIR. Dari penelitian terdahulu, perbandingan kristalinitas XRD lebih dekat dengan penafsiran kristalinitas menggunakan teknik FTIR atau dengan kata lain perbandingan kristalinitas metode XRD dan FTIR tidak berbeda secara signifikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sintesis zeolit adalah:
1.Impurities (pengotor)
Proses kimia dari sintesis zeolit dipengaruhi oleh gangguan yang disebabkan oleh kehadiran pengotor dalam bahan baku. Pengotor tertentu dapat tetap tidak larut dalam air selama kristalisasi dan menyebabkan spesi yang tidak diinginkan dalam membentuk inti kristal atau menyebabkan pengendapan spesi silikat yang tidak larut.
2.Kontaminasi
Kontaminasi dapat terjadi selama proses sintesis dan dapat dihindari atau dibatasi. Penyebab lain penggunaan kontainer plastik: polipropilen atau teflon dalam setiap pembuatan larutan untuk campuran reaksi juga proses kristalisasi, penggunaan gelas beaker harus dihindari karena gelas dapat berpartisipasi dalam reaksi silika/ alumina dapat terlepas dari gelas dan larut ke dalam campuran yang disiapkan.
3.Kondisi
a)waktu pencampuran (ageing) meliputi:
Alokasikan waktu yang cukup untuk pencampuran setiap bahan
Campurkan setiap bahan sedikit demi sedikit sambil diaduk sehingga dapat dipastikan pencampuran berlangsung sempurna
proses kristalisasi dimulai sejak awal pencampuran, walaupun pada suhu kamar akan berlangsung sangat lambat

b). volume air
- Sangat penting untuk menjaga agar volume air yang dimasukkan ke dalam campuran itu jelas hitungannya.
- Berhubungan erat dengan temperatur dan tekanan
PV = nRT
Bila air menguap atau keluar dari oven selama proses kristalisasi berarti proses tidak sempurna, campuran reaksi akan berubah komposisinya, dll.


F. KESIMPULAN
Dari hasil analisis data dalam percobaan ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.Sampel pada proses hidrotermal tidak terbentuk zeolit-A sedangkan sampel pada proses tanpa hidrotermal terbentuk zeolit-A.
2.Prinsip sintesis zeolit-A adalah koloid sol yang dilanjutkan dengan gel dari proses nukleasi sampai aging dan proses pemanasan dengan perlakuan hidrotermal dan tanpa hidrotermal.
3.Evaluasi perbedaan metodologi FTIR dan XRD digunakan untuk penafsiran nilai % kristalinitas benar-benar dapat dibandingkan dan oleh karena itu dapat digunakan sebagai metode untuk mengkarakterisasi zeolit-A.









G. DAFTAR PUSTAKA
Admin, 2009, Mengenal Mineral Zeolit (Online), (http://smk3ae.wordpress.com/2009/01/09/mengenal-mineral-zeolit-1, diakses 16 Desember 2009)
Admin, 2009, Sinar Infra Merah, (Online), (http://smk3ae.wordpress.com/2009/01/09/sinar-infra-merah, diakses 16 Desember 2009)
Ulfah, Eli Maria dkk., 2006, Optimasi Pembuatan Katalis Zeolit X dari Tawas, NaOH dan Water Glass Dengan Response Surface Methodology, Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis, 1(3): 26-32
Estiaty, L.M. 2008. Pengaruh Zeolit Terhadap Media Tanam. (Online), (http://www.geotek.lipi.go.id/?p=90, diakses 16 Desember 2009)
Giwangkara, EG.S, 2009. Spektrofotometri Infra Merah Transformasi Fourier. (Online), (http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel-spektrofotometri-infra-merah-transformasi-fourier-, diakses 16 Desember 2009)
Hussaro, Kanokorn, et al., 2008, Synthesis of Zeolite from Aluminium Etching By-Product: The Effect of Reaction Temperature on Cristallinity and Its CO2 Adsorption Property, American Journal of Environmental Sciences 4(6): 666-674
Mudasir, dkk, 2001, RPKPS Kimia Analisis Instrumental I, FMIPA UGM: Yogyakarta
Putra, S.E. 2009. Zeolit Sebagai Mineral Serbaguna. (Online), (http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=127, diakses 16 Desember 2009)
Rayalu, S.S, et al., 2005, Estimation of Cristallinity in flyash-based zeolite-A using XRD and IR spectroscopy, Research Communications, 89(12): 2147-2151
Saputra, R. 2006. Pemanfaatan Zeolit Sintesis Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Industri. (Online), (http://pdf-search-engine.com/katalis-z, diakses 16 Desember 2009)
Thamzil, L. 2008. Potensi Zeolit untuk Mengolah Limbah Industri dan Radioaktif. (Online), (http://www.batan.go.id/ptlr/08id/?q=node/14, diakses 16 Desember 2009)
Trisunaryanti, W., Khairinal, 2000. Dealuminasi Zeolit Alam Wonosari dengan
Perlakuan asam dan Proses Hidrotermal. Prosiding Seminar Nasional Kimia
VIII. Yogyakarta



Yogyakarta, 22 Desember 2009
Mengetahui,
Asisten Pembimbing, Praktikan,

(Canggih Setya Budhi) (Ermanita Pradina)






H. LAMPIRAN
1. Perhitungan
% kristalinitas=
%kristalinitas (hidrotermal)=
=
= 0%
%kristalinitas (tanpa hidrotermal)=
=
=
= 181,194%

2. Hasil Analisis FTIR
3. Laporan Sementara