Jumat, 11 Juni 2010

KOMBINASI ADSORBSI ZEOLIT ALAM DAN FOTOKATALIS TIO2 UNTUK PEMUCATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH KELAPA SAWIT

KOMBINASI ADSORBSI ZEOLIT ALAM DAN FOTOKATALIS TiO2 UNTUK PEMUCATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH KELAPA SAWIT

Ermanita Pradina1 dan Karna Wijaya1
1Laboratorium Kimia Fisika, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, Indonesia 55281

ABSTRAK
Telah dipelajari kombinasi adsorbsi dan fotokatalis TiO2 untuk pemucatan minyak biodiesel dari minyak jelantah. Tujuan penelitian ini untuk memucatkan minyak biodiesel melalui kombinasi adsorbsi dengan H-Zeolit dan fotokatalis TiO2.
Penelitian ini diawali dengan aktivasi zeolit alam menggunakan H2SO4 1 M selama 24 jam. Zeolit yang sudah diaktivasi dapat digunakan untuk mengadsorbsi minyak biodiesel kotor dan dilanjutkan dengan proses fotokatalisis menggunakan TiO2. Fotokatalis TiO2 yang digunakan dalam proses pemucatan biodiesel adalah 1% (b/b). Sebagai perbandingan hasil pemucatan maka digunakan minyak biodiesel kotor tanpa dilewatkan H-Zeolit terlebih dahulu, tetapi dipanaskan untuk menguapkan sisa-sisa air. Masing-masing campuran dipanaskan dibawah sinar matahari langsung dari pagi sampai sore selama 3 hari berturut-turut. Hasil proses fotokatalisis disaring kembali dengan H-Zeolit dan filtrat hasil di centrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 60 menit. Untuk karakterisasi filtrat hasil digunakan Gas Chromatography (GC) dan Spektroskopi 1H-NMR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi adsorbsi dan fotokatalis TiO2 untuk pemucatan biodiesel ternyata biodiesel yang dilewatkan H-zeolit terlebih dahulu lebih efektif bila dibandingkan dengan tanpa lewat H-zeolit. Hal ini dibuktikan dengan wujud visualisasi fisik biodiesel yang lewat H-zeolit lebih encer dan jernih walaupun warnanya kuning kemerahan bila dibandingkan dengan biodiesel yang tanpa lewat H-zeolit, dimana hasilnya sedikit kental dan keruh walaupun warnanya kuning. Semakin lama waktu penyinaran maka aktivitas fotokatalitiknya semakin baik karena dengan bertambahnya radiasi sinar matahari maka foton yang mengenai TiO2 akan semakin banyak sehingga pengotor biodiesel yang teradsorbsi akan semakin banyak pula.Sedangkan secara kimiawi tidak bisa terdeteksi secara jelas.
Kata Kunci: Biodiesel, aktivasi, adsorbsi dan fotokatalis TiO2


1. PENDAHULUAN
Teknologi pembuatan biodiesel berbahan minyak nabati baik yang “edible” seperti CPO, Coconut oil, minyak biji kapas, minyak bunga matahari dan lain-lain, atau yang “inedible” seperti minyak jarak pagar, minyak biji karet dan lain-lain sudah teruji. Prosesnya dapat dilakukan dengan katalis basa ataupun katalis asam atau tanpa katalis, kondisi operasi yang rendah maupun tinggi semuanya dapat menghasilkan metil ester atau biodiesel. Sehingga program pengembangan untuk mencari bahan bakar alternatif menjadi sangat intens dilakukan oleh pemerintah, peneliti maupun pengusaha dan pengembang energi.
Pengembangan Bahan Bakar Nabati tentunya di harapkan dapat menyerap tenaga kerja (Pro-Job), mengurangi tingkat kemiskinan (Pro-Poor) dengan demikian akan dapat memperkuat sistem Ekonomi Nasional (Pro-Growth) serta memperbaiki lingkungan (Pro-Planet), karena BBN berpotensi menghasilkan devisa. Bahan Bakar Nabati merupakan global commodity, berpotensi mengurangi subsidi BBM dan memperkuat fiskal APBN, dan berpotensi menambah pengamanan terhadap pasokan energi yang diperlukan, juga berpotensi memperbaiki lingkungan, sehingga pembangunan ekonomi kian sustainable.
Biodiesel adalah produk untuk menggantikan petroleum diesel (petrodiesel) dari sumber minyak nabati, minyak hewani, minyak makan bekas yang dapat di perbaharui. Contoh bahan baku yang dipakai : minyak kedelai (Frazier Barnes), minyak canola, minyak rappees, minyak cottonseed, minyak biji kembang matahari, beef tallow, pork lard, lemak kuning dan minyak jagung.
Secara umum biodiesel harus dapat diterima sebagai substitusi, pengganti atau di blending dengan petrodiesel, tapi costnya harus bisa bersaing dengan petrodiesel: baik dari segi ekonomi, energi dan maupun lingkungan.
Proses pembuatan biodiesel yang sudah berkembang saat ini yang mudah diikuti dan dilakukan adalah proses reaksi esterifikasi atau transesterifikasi dengan katalis fase liquid asam ataupun bersifat basa dengan suhu dan tekanan reaksi yang rendah. Namun dalam perkembangannya proses pemisahan dan pemurnian masih terkendala dengan adanya lapisan emulsifier pembentukan sabun pada bahan baku dengan kandungan yang cukup tinggi seperti pada minyak jarak pagar atau minyak CPO off grade. Untuk menghindari permasalahan di atas para peneliti telah mulai berpaling dengan menggunakan katalis padat. Dari hasil penelitian menunjukkan dengan katalis padat tersebut yield produk lebih besar, angka asam dan kandungan gliserol total lebih rendah dari pada menggunakan katalis basa (KOH dan NaOH), produk biodiesel dan gliserol lebih murni, lebih ramah lingkungan, sehingga biaya produksi biodiesel jadi lebih ekonomis.
Penggunakan katalis padat sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. (Schuchard et al.,1997) telah mencoba guanidine (organik polimer) sebagai katalis pada reaksi transesterifikasi, dengan sistem kontinu dan telah menghasilkan patent p93246, 1984. Pada penelitian ini problem yang ditemui aktifitas katalis mulai mengalami kerusakan setelah 1 jam reaksi, sehingga reaksi yang dihasilkan tidak komplit sehingga pemisahan fase jadi lebih sulit. (Suppes et al., 2000) telah menggunakan CaCO3 dengan reaksi sistem batch berbahan baku lemak sapi dan minyak kedelai, pelarut yang digunakan diethylene glycol (DEG). Walaupun hasilnya belum jelas. Kerusakan CaCO3 di sebabkan oleh degradasi termal pada suhu tinggi, sehingga disarankan suhu reaksi tidak boleh lebih dari 220oC. Lancaster (Windham, NH), IOWA Limestone Co (Des Moines, IA.) daftar yang berpotensi menjadi katalis : T1(OR)4, (C12H27Sn)2O, Na2CO3, K2CO3, ZnCO3, MgCO3, CaCO3, ZnO, CH3COOCa, CHCOOBa.
(Fang Chai et al., 2007) mengembangkan reaksi katalitik heteropolyacid (HPA) untuk memproduksi biodiesel dari Eruca Sativa Gars Oils (ESG oil) dengan metanol dan suhu reaksi yang bervariasi. Mereka mempelajari optimasi kondisi reaksi seperti: waktu reaksi, temperatur, rasio minyak dan metanol, jumlah katalis. Hasil penelitian menunjukkan aktifitas yang hampir sama dengan hasil reaksi dengan katalis basa ataupun asam, dan pemisahan produk lebih mudah. Dan kesimpulan yang lebih penting mereka mendapatkan aktifitas katalis tidak dipengaruhi oleh kandungan FFA dan kandungan air minyak nabati. Pada reaksi esterifikasi dapat berjalan pada temperatur rendah dan waktu reaksi lebih pendek. Biodiesel yang dihasilkan masuk pada standar ASTM.
(Rohm Haas, 2008) menggunakan katalis amberlist BD 20 pada reaksi esterifikasi dengan kandungan FFA tinggi misalnya untuk crude vegetable oils, lemak binatang, lemak, fatty acid distillate dan matrial recycle dengan range FFA 0.5-100%, mereka mendapatkan untuk semua bahan baku di atas didapat konversi yang signifikan. Mereka menyimpulkan dengan reaksi solid esterifikasi ini biaya bahan baku lebih rendah, fleksibilitas proses naik, yield biodiesel lebih tinggi, kemurnian biodiesel dan gliserol lebih tinggi dan prosesnya lebih aman dan sederhana. Paten (pending) : AMBERSEPTM BD19, AMBERLITE TM BD10DRYTM, AMBERSEPTM BD50.
(Wei Z., 2008), menggunakan cangkang telur yang dikalsinasi pada proses pembuatan katalis dengan suhu tertentu, lalu katalis cangkang telur ini mereka aplikasikan pada reaksi transesterifikasi trigliserida. Mereka observasi dan investigasi struktur dan aktivasinya. Mereka menemukan aktivasi yang tinggi dengan kualitas biodiesel yang cukup baik.
(Masakazu Toda, 2005), mengembangkan katalis padat dari gula untuk memproduksi biodiesel. Mereka melihat tingginya performance katalis terhadap kualitas produksi biodiesel yang dihasilkan, katalisnya mudah di recycle.
(Widayat dan Haryani, 2006) telah melakukan penelitian awal peningkatan kualitas minyak goreng dengan adsorbs menggunakan zeolit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran zeolit dan perbandingan massa zeolit merupakan variable yang berpengaruh. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimum pada proses adsorbsi minyak goreng dengan zeolit dengan pada studi penurunan bilangan asam. Proses optimasi menggunakan respirasi permukaan terhadap parameter bilangan asam.
Sejauh pengetahuan penulis, dari penelitian terdahulu, belum sampai pada proses pemucatan biodiesel dengan menggunakan kombinasi antara adsorben zeolit alam teraktivasi dengan fotokatalis TiO2. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti mekanisme pemucatan biodiesel dengan metode kombinasi adsorbsi dan fotokatalis TiO2.
Penelitian ini bertujuan untuk memucatkan minyak biodiesel kotor dari minyak jelantah dengan mengkombinasikan adsorben zeolit alam teraktivasi dan fotokatalis TiO2., karena biodiesel tersebut masih mengandung sejumlah warna dan sebagian kecil sabun yang perlu dihilangkan.
Pada penelitian ini digunakan adsorben zeolit alam teraktivasi sebagai penyangga karena struktur kristalnya berpori dan memiliki luas permukaan yang cukup besar, memiliki stabilitas termal yang tinggi, harganya murah serta ketersediaannya di alam cukup melimpah [6]. Selain itu, zeolit alam teraktivasi cukup mampu menyerap sisa sabun dan warna pada biodiesel. Fotokatalis yang digunakan adalah TiO2 karena mempunyai aktivitas fotokatalisis yang tinggi, mudah didapat serta mempunyai kestabilan kimia dan ketahanan fotokorosi yang baik dalam semua kondisi reaksi [1,2,10].

2. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan Penelitian
Zeolit alam ukuran granular yang berasal dari Bayat, Klaten, batubara ukuran glanular produksi Warung Briket Batubara, Kentungan, Yogyakarta, minyak biodiesel kotor terbuat dari minyak jelantah kelapa sawit produksi CV. Kembang Nusantara, Sanden, Bantul, fotokatalis TiO2 dari Merck, asam sulfat pekat (18,12 M) dari Merck, larutan AgNO3 dan aquades.
Alat Penelitian
Seperangkat alat gelas laboratorium, timbangan elektrik, oven, GC (Shimadzu HP-5890), spektrometer 1H-NMR (JEOL JNM-MY60) (Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM) dan satu set kolom pipa penyaringan yang tersusun dari: pipa pvc 1 dim (50 cm), kran biasa, kasa strimin dan glasswool yang diletakkan di atas kasa strimin. Berikut ini adalah gambar prototipe kolom penyaring:

Gambar 1. Prototipe kolom penyaring
Prosedur Kerja
Aktivasi Zeolit Alam
Mula-mula ditimbang zeolit alam ukuran granular sebanyak 250 gram kemudian direaksikan dengan H2SO4 1 M. Setelah direaksikan, campuran tersebut diaduk sampai merata kemudian direndam (dalam lemari asam) selama 24 jam. Hal ini dilakukan agar zeolit alam menjadi mengembang dalam arti pori-pori zeolit dapat terbuka.
Hasil rendaman zeolit dan H2SO4 dicuci dengan aquades kemudian disaring sampai elektrolitiknya netral. Untuk mengujinya digunakan larutan AgNO3, tandanya jika sudah ditetesi AgNO3 butiran H-zeolit menjadi tidak keruh. Hal ini mengindikasikan bahwa H-zeolit menjadi lebih bersih (bebas pengotor). Langkah selanjutnya H-zeolit dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya pada temperatur 1200C selama 4 jam.
Pembersihan Biodiesel dengan Zeolit dan Batubara
Sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu H-zeolit dan batubara selama 15 menit pada temperatur 80-1000C untuk menguapkan airnya. Selanjutnya dimasukkan H-zeolit dan batubara ke dalam pipa kolom penyaringan dengan perbandingan H-zeolit : batubara= 1:1. Diantara H-zeolit dan batubara diberi kertas saring dan posisi batubara di atas H-zeolit.
Langkah selanjutnya sampel biodiesel kotor dimasukkan dalam kolom sebanyak 175 gram. Perbandingan antara adsorben (H-zeolit dan batubara) dengan biodiesel adalah 1:2, sehingga H-zeolit dan batubara dengan biodiesel yang digunakan menjadi 87,5:175. Proses penyaringan ini dilakukan sebanyak 7 kali. Hasil filtrat biodiesel ini berwarna merah kecoklatan dan ada sedikit serbuk hitam yang masih bercampur dengan biodiesel, sehingga perlu fotokatalis TiO2 untuk memucatkannya.
Pemucatan Biodiesel kotor dan Biodiesel setelah lewat H-zeolit dan Batubara
Dalam tahap ini dilakukan variasi biodiesel untuk membedakan hasil pemurnian setelah dilewatkan fotokatalis. Untuk yang pertama yaitu diambil biodiesel kotor sebanyak 50 gram tapi sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu selama 15 menit. Kedua, diambil biodiesel hasil pembersihan lewat H-zeolit dan batubara sebanyak 50 gram. Masing-masing dimasukkan dalam gelas beker kemudian ditambahkan TiO2 sebanyak 1%(b/b) dan diaduk hingga marata. Masing-masing campuran disinari/ dijemur dibawah sinar matahari langsung dari pagi sampai sore sambil suatu saat jika terbentuk endapan diaduk hingga merata kembali. Proses penyinaran ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut.
Campuran hasil setelah disinari selama 3 hari menjadi berubah warna dari kuning pucat menjadi cream putih susu dan terdapat endapan putih yang perlu dipisahkan. Campuran tersebut disaring menggunakan Whatman-42 kemudian masing-masing dilewatkan H-zeolit kembali. Sebelum digunakan, H-zeolit dipanaskan terlebih dahulu selama 15 menit (t= 1200C), kemudian dimasukkan dalam kolom penyaring. Perbandingan antara biodiesel dengan H-zeolit adalah 1:2. Selanjutnya campuran dialirkan 2 sampai 3 kali dalam kolom penyaring dan filtrat ditampung dalam botol kaca. Filtrat hasil di centrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 60 menit, kemudian disaring menggunakan Whatman-42.
Untuk karakterisasi filtrat hasil digunakan Gas Chromatography (GC) dan Spektroskopi 1H-NMR.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian “Kombinasi adsorpsi dan fotokatalis untuk pemurnian minyak biodiesel”. Dalam penelitian ini dilakukan tiga tahap yaitu: aktivasi zeolit alam, proses pemucatan biodiesel dengan adsorben zeolit alam dan proses pemucatan biodiesel dengan fotokatalis TiO2.
Aktivasi Zeolit Alam
(Fatha, 2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa Zeolit yang ditambang langsung dari alam pada umumnya masih mengandung banyak pengotor, oleh karena itu perlu diaktifkan terlebih dahulu agar kemampuan adsorbsinya meningkat. Zeolit yang telah dihaluskan kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Zeolit 100 mesh kemudian dicuci dengan akuades, dikeringkan dan dilakukan proses aktivasi. Aktivasi zeolit pada penelitian ini merupakan proses dealuminasi dengan menggunakan larutan HCl 6 N dan NH4NO3 2 N yang dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 3000C, kondisi ini merupakan kondisi optimum untuk dealuminasi zeolit alam Wonosari yang telah dilakukan oleh Ermawati tahun 2003. Proses dealuminasi oleh HCl dan NH4NO3 akan menyebabkan lepasnya atom-lepasnya atom-atom Al dalam kerangka zeolit sehingga rasio Si/Al akan meningkat. Rasio Si/Al yang besar menyebabkan zeolit memiliki sifat hidrofobik organofilik, sehingga zeolit mampu mengadsorpsi senyawa organik yang ada dalam limbah tahu. Kalsinasi pada tahap ini bertujuan untuk menghilangkan gas NH3 yang menempel pada rongga zeolit.
Sebelum zeolit digunakan ada tahap-tahap yang dilakukan yaitu preparasi, aktivasi dan modifikasi. Preparasi bertujuan untuk memperoleh ukuran produk yang sesuai dengan tujuan penggunaan. Preparasi terdiri dari tahap pemilihan zeolit. Zeolit perlu diaktivasi agar pori-pori zeolit dapat terbuka sehingga zeolit dapat menyerap adsorbat lebih baik dan maksimal. Zeolit setelah diaktivasi, Al-nya akan lepas sehingga rasio Si/Al akan bertambah artinya Si akan lebih banyak sedangkan Al akan berkurang, karena Al terlepas akibatnya pori-pori semakin besar.
Pengaruh rasio Si/Al terhadap kemampuan katalisis dari zeolit sangat besar. Dengan naiknya konsentrasi aluminium dalam kerangka, rasio Si/Al semakin menurun, kekuatan dari situs asam menjadi berkurang. Rasio Si/Al mengubah banyaknya atom Al tetangga di sekitar gugus hidroksil. Polarisasi muatan negatif dari atom Al akan menetralkan muatan positif atom H pada gugus OH sehingga kemampuan donor protonnya menjadi berkurang. Dengan semakin banyaknya atom Al akan memperbesar efek polarisasi sehingga menghalangi proton untuk lepas dan menyebabkan kuat asam Brønsted menjadi berkurang.
Senyawa-senyawa pengotor seperti molekul organik dapat menutupi pori dari zeolit sehingga menghalangi masuknya reaktan ke dalam kerangka. Hal ini menyebabkan defusivitas dari reaktan berkurang, padahal defusi sangat berpengaruh pada proses katalisis. Asam-asam kuat dapat menghilangkan molekul-molekul ini. Letak logam yang berada di permukaan, saluran-saluran, ataupun dalam rongga zeolit juga berpeluang untuk menutupi pori dan menghambat proses difusi. Selain itu, adanya logam-logam alkali seperti Na mempercepat deaktivasi dari katalis karena mengurangi efek situs asam protonik (asam Bronsted). Perlakuan dengan asam-asam kuat dapat melarutkan logam-logam tersebut.
Untuk dapat digunakan sebagai katalis asam, maka zeolit alam harus diubah menjadi H-zeolit agar dapat berperilaku sebagai asam Bronsted. Perlakuan asam dapat mengubah zeolit dalam bentuk H-zeolit melalui mekanisme pertukaran ion antara kation logam dari zeolit dengan H+ dari asam. Mineral zeolit akan terdekomposisi ketika diberi H2SO4 (perlakuan asam kuat). Aktivasi asam, selain melarutkan pengotor, juga dapat sekaligus mengganti kation pada ruang antar lapis atau dalam kanal-kanal zeolit dengan ion hidrogen (H+). Pengasaman juga mengakibatkan ujung lapisan menjadi terbuka, sehingga perubahan ini meningkatkan luas permukaan dan diameter pori-pori. Apabila antar lapis telah jenuh dengan ion hidrogen (H+), maka ion H+ akan menerobos lapisan tetrahedral pada zeolit dengan menggantikan ion Al3+, Fe3+, dan Mg2+. Pada konsentrasi asam yang tinggi terutama asam sulfat dan asam klorida dapat menyebabkan terjadinya pelepasan alumunium dari zeolit (Francisco et al., 2001).
(Trisunaryanti, 2006) mengatakan bahwa sesuai dengan asam basa Bronsted, asam adalah zat yang memiliki kecenderungan untuk melepaskan proton (H+), sehingga keasaman suatu padatan adalah kemampuan suatu padatan untuk memberikan proton. Teori Lewis menyatakan bahwa asam suatu zat (padatan) didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat untuk menerima pasangan elektron. Asam Bronsted terletak pada proton yang diikat oleh atom oksigen yang berada disekitar atom alumunium. Sisi asam Bronsted dalam zeolit dapat dihasilkan dengan cara perlakuan termal untuk menguapkan amoniak dari kerangka zeolit sehingga proton dapat masuk dalam kerangka zeolit.
Hasil dari perendaman dengan H2SO4 adalah zeolit yang terasamkan (H-zeolit) dimana masih terdapat SO42-. Untuk menghilangkan SO42- dilakukan penyaringan dengan penyaring Buchner yang dibilas dengan air bebas ion sehingga SO42- akan terbawa ke dalam filtrat. Untuk menguji apakah hasil dari penyaringan tersebut bebas dari SO42- digunakan AgNO3.
AgNO3 + SO42------------> Ag2SO4↓ + NO3-

Kemudian dilakukan pengovenan ini bertujuan untuk mengeringkan dan menguapkan pelarut (air bebas ion yang menempel pada H-zeolit).

Gambar 2. Skema situs asam Brønsted dan Lewis dalam zeolit (Trisunaryanti, 2006)



Pembersihan Biodiesel dengan Zeolit dan Batubara
Langkah kedua yaitu proses pemucatan minyak biodiesel kotor oleh zeolit. Tapi sebelumnya dilakukan proses pemanasan, tujuannya untuk menguapkan pelarut yang bersifat volatil sehingga uap akan mengalami kondensasi menjadi fasa cair dan air yang terdapat pada minyak dapat terpisahkan melalui proses pemanasan. Proses pemanasan dilakukan selama 15 menit agar proses pemucatan minyak oleh zeolit dapat maksimal.
Pada saat penyaringan terjadi proses penyerapan adsorben (zeolit) terhadap minyak biodiesel, adsorben tersebut mengikat pengotor-pengotor seperti sabun dan zat warna yang tidak diinginkan yang ada dalam minyak biodiesel. Hal ini dikarenakan struktur zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai selektivitas yang tinggi. Selain itu zeolit mempunyai sifat dehidrasi (melepaskan molekul H2O) apabila dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka zeolit akan menyusut, tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Disini molekul H2O seolah-olah mempunyai posisi yang spesifik dan dapat dikeluarkan secara reversibel.
Dalam proses ini digunakan batubara tujuannya untuk mengikat pengotor-pengotor dalam minyak biodiesel sebelum di adsorbsi oleh H-zeolit. Dari 175 gram biodiesel kotor setelah di adsorbsi H-zeolit dan batubara dihasilkan filtrat 105,9 gram, karena biodiesel dan pengotornya teradsorb dalam H-zeolit dan batubara.
Pemucatan Biodiesel kotor dan Biodiesel setelah lewat H-zeolit dan Batubara
Titanium dioksida dapat digunakan sebagai fotokatalis karena sifat senyawa ini digunakan sebagai alat treatment air dengan cara melewatkan air yang tercemar pada permukaan kaca yang telah dilapisi dengan senyawa ini sedangkan sumber sinar UV yang digunakan adalah berasal dari matahari (Anonim, 2010). Jika digunakan matahari sebagai katalis maka media ini cukup ramah lingkungan.
Reaksi fotokatalisis memerlukan empat komponen utama, yaitu: sumber cahaya (foton), senyawa target, oksigen dan fotokatalis. Dalam penelitian ini, sumber cahaya berasal dari sinar matahari, senyawa target adalah biodiesel, oksigen dari gas O2 sebagai penangkap elektron, dan fotokatalisnya adalah TiO2. Fotokatalisis biodiesel dengan TiO2 ini dilakukan di luar ruangan. Selama proses penyinaran/ penjemuran, dilakukan pengadukan agar reaksi fotokatalisis berlangsung secara lebih merata. Untuk fotokatalisis ini, digunakan 1%(b/b) TiO2 yang dicampurkan dalam 50 gram biodiesel. Penyinaran dilakukan dengan variasi waktu hari pertama, kedua dan ketiga untuk mempelajari aktivitas fotokatalitiknya sebagai fungsi waktu.
Dari hasil penyinaran sampai hari ketiga ternyata terdapat perbedaan warna yang cukup signifikan yaitu dari hari pertama campuran berwarna kuning kemudian setelah sampai di hari ketiga campuran menjadi berwarna cream pucat susu. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama waktu penyinaran maka hasil pemucatan semakin baik karena dengan bertambahnya radiasi sinar matahari maka foton yang mengenai TiO2 akan semakin banyak sehingga biodiesel yang teradsorbsi akan semakin banyak pula.
Campuran hasil pemucatan disaring dengan menggunakan Whatman-42 kemudian dilewatkan H-zeolit 1 sampai 3 kali untuk mengikat pengotor-pengotor hasil reaksi fotokatalisis. Filtrat di centrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 60 menit tujuannya agar endapan sisa reaksi fotokatalisis terpisah dengan biodiesel.
Dengan mengkombinasikan antara adsorben zeolit dan fotokatalis TiO2 diharapkan biodiesel yang teradsorpsi zeolit yang telah dilapisi fotokatalis TiO2 nampak berkurang dibandingkan daya adsorpsi zeolit sebelum dilapisi TiO2. Biodiesel yang sudah teradsorpsi oleh H-zeolit dapat terassorpsi kembali oleh TiO2. Jadi, adanya fotokatalis pada permukaan zeolit mengurangi daya adsorpsi zeolit tersebut.


Gambar 3. Hari pertama hasil penjemuran, kiri: biodiesel + panas + TiO2, kanan: biodiesel + H-zeolit-batubara + TiO2


Gambar 4. Hari ketiga hasil penjemuran, kiri: biodiesel + panas + TiO2, kanan: biodiesel + H-zeolit-batubara + TiO2
.


Tabel 1. Data hasil fotokatalisis oleh TiO2
Hari Total waktu (jam) Hasil Keterangan
Bio 1 Bio 2
1 5 Kuning tua Kuning muda Hujan
2 7,5 Kuning Kuning pucat Hujan
3 7 Cream susu Cream pucat susu Cuaca mandung
Keterangan: Bio 1= biodiesel+panas+TiO2; Bio 2= biodiesel+H-zeolit-batubara+TiO2
Setelah menggunakan sinar matahari langsung, penyisihan biodiesel oleh H-zeolit-TiO2 lebih banyak disebabkan oleh proses fotokatalisis daripada proses adsorpsi. Hal ini terlihat pada perubahan warna yang terjadi dimana sebelum ditambahkan TiO2 warna minyak lebih coklat-kemerahan daripada sesudah ditambahkan TiO2 warna menjadi lebih kuning-kemerahan jernih.
Proses adsorpsi biodiesel ke permukaan partikel fotokatalis yang secara simultan disertai dengan proses oksidasi fotokatalitik terhadap biodiesel (Lachheb et al., 2002).
TiO2 + hυ → h+vb+ e-
h+vb + OH- → OH.
OH. + senyawa organik (biodiesel) →CO2+ H2O

Berikut ini adalah filtrat minyak biodiesel sebelum dan sesudah proses adsorbsi dan fotokatalisis oleh TiO2:


Gambar 5. Kiri: biodiesel kotor, kanan: biodiesel + H-zeolit-batubara

Gambar 6. Kiri: biodiesel + panas + TiO2
kanan: biodiesel + H-zeolit-batubara + TiO2

Mekanisme reaksi fotokatalisis menurut (Hoffmann et al., 1995) dapat dijelaskan sebagai berikut:






Gambar 7. Mekanisme fotokatalis dari TiO2 (Hoffmann et al., 1995)


Pada saat TiO2 terkena radiasi sinar matahari yang memiliki energi yang bersesuaian atau bahkan melebihi energi celah pita dalam oksida titan tersebut, maka dengan mengacu pendapat Lancheb, di dalam fotokatalis akan terjadi eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi yang akan menghasilkan e-, dan menyebabkan adanya kekosongan atau hole (h+vb) yang dapat berperan sebagai muatan positif. Selanjutnya hole (h+vb) akan bereaksi dengan hidroksida logam yaitu hidroksida oksida titan yang terdapat dalam larutan membentuk radikal hidroksida logam yang merupakan oksidator kuat untuk mengoksidasi biodiesel. Untuk elektron yang ada pada permukaan semikonduktor akan terjebak dalam hidroksida logam dan dapat bereaksi dengan penangkap elektron yang ada dalam larutan misalnya H2O atau O2, membentuk radikal hidroksil (.OH) atau superoksida (.O2-) yang akan mengoksidasi biodiesel dalam campuran. Radikal-radikal ini akan terbentuk terus-menerus selama TiO2 masih dikenai radiasi sinar matahari dan akan menyerang biodiesel yang ada di permukaan katalis sehingga biodiesel mengalami degradasi. Jadi dengan bertambahnya radiasi sinar matahari maka foton yang mengenai TiO2 akan semakin banyak sehingga pengotor biodiesel yang teradsorb akan semakin banyak.

Karakterisasi Filtrat Biodiesel Hasil Pemucatan
Untuk analisis kualitatif, campuran metil ester (filtrat biodiesel) dari hasil adsorbsi dengan H-zeolit dan dilanjutkan dengan fotokatalis TiO2 yang dianalisis dengan Gas Chromatography (GC) disajikan pada gambar 8 dan 9.





Gambar 8. Kromatogram campuran metil ester (filtrat biodiesel) dengan fotokatalis TiO2

Gambar 9. Kromatogram campuran metil ester (filtrat biodiesel) dengan kombinasi absorbsi dan fotokatalis TiO2
Tabel 2. Data Waktu Retensi dan Luas Puncak Kromatogram Kromatografi Gas Sampel Biodiesel
No. Biodiesel 1 Biodiesel 2
tr (menit) %area tr (menit) %area
1 14,548 3,97 12,086 0,83
2 15,471 38,91 15,541 65,49
3 18,680 11,67 18,678 2,56
4 21,858 10,96 21,839 2,29
Keterangan: Biodiesel 1= dengan panas+TiO2, Biodiesel 2= dengan H-zeolit-batubara+TiO2



(a)

(b)

(c)
Gambar 10. Spektrum H1-NMR: a). Biodiesel dari minyak jelantah; b). biodiesel+panas+TiO2; c). biodiesel+H-zeolit-batubara+TiO2

Dari kromatogram terlihat bahwa jumlah dan letak keempat puncak utama relatif sama, menunjukkan bahwa metil ester (biodiesel) dari dua variasi adsorben dan fotokatalis TiO2 terdiri atas senyawa-seyawa yang sama. Jadi dari hasil karakterisasi ini tidak bisa dibedakan antara senyawa-senyawa yang hilang setelah proses adsorbsi dan fotokatalisis.
Demikian juga untuk ketiga spektrum H1-NMR juga relatif hampir sama antara sebelum dan setelah diadsorb. Jadi identifikasi senyawa-senyawa yang hilang tidak dapat terdeteksi secara jelas.

Dari keseluruhan proses pemucatan biodiesel dengan kombinasi adsorbsi dan fotokatalis TiO2 diperoleh filtrat hasil dengan berat 24,95 gram untuk biodiesel kotor lewat TiO2 dan 24,13 gram untuk biodiesel lewat H-zeolit-TiO2.

4.KESIMPULAN
Dalam aktivasi zeolit harus di modifikasi terlebih dahulu dengan mengurangi jumlah Al dengan menggunakan pereaksi H2SO4 agar sifat zeolit menjadi non-polar (hidrofobik). Pemucatan pada biodiesel kotor dapat mengurangi kekeruhan minyak biodiesel karena teradsorbsi oleh H-zeolit.
Kombinasi adsorbsi dan fotokatalis TiO2 untuk pemucatan biodiesel ternyata biodiesel yang dilewatkan H-zeolit dan batubara terlebih dahulu lebih efektif bila dibandingkan dengan tanpa lewat H-zeolit. Hal ini dibuktikan dengan wujud visualisasi fisik biodiesel yang lewat H-zeolit lebih encer dan jernih walaupun warnanya kuning kemerahan bila dibandingkan dengan biodiesel yang tanpa lewat H-zeolit, dimana hasilnya sedikit kental dan keruh walaupun warnanya kuning. Semakin lama waktu penyinaran maka aktivitas fotokatalitiknya semakin baik karena dengan bertambahnya radiasi sinar matahari maka foton yang mengenai TiO2 akan semakin banyak sehingga pengotor biodiesel yang teradsorbsi akan semakin banyak pula. Sedangkan secara kimia identifikasi senyawa-senyawa yang hilang tidak dapat terdeteksi dengan jelas setelah proses adsorbsi dan fotokatalisis.
5.UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. rer. nat. Karna Wijaya, M.Eng. yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan praktikum tugas mandiri, staf laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Organik dan teman-teman satu grup praktikum yang telah membantu penulis dalam melaksanakan praktikum tugas mandiri ini.
6.DAFTAR PUSTAKA
[1]. R. W. Matthews and S.R. Mc.Evoy, (1992), Destruction of Phenol in Water With Sun, Sand and Photocatalysis , Solar Energy, 49 (6), 507 513.
[2].D.Dumitriu, (2000), Photocatalytic Degradation of Phenol by TiO2 Thin Films Prepared by Sputtering, Appl. Catal. B: Environ., 25 83-92.
[3].Trisunaryanti, W., dan Khairinal, 2000. Dealuminasi Zeolit Alam Wonosari dengan Perlakuan asam dan Proses Hidrotermal, Prosiding Seminar Nasional Kimia VIII. Yogyakarta
[4].Fransisco R., Velanzuela D., Persio, and de Souza S., 2001, Studies on The Acid Activition of Brzillian Smectitic Clays, Quim. Nov, vol 24, no 3, 345-353.
[5].Lachheb, H.,Puzenat, E., Houas, A.,Khisbi, M., Elaloui, E., Guillard, C., and Hermann, J.M., (2002), Photocatalytic Degradation of Various Types of Dyes (Congo Red, Crocein Orange G, Methyl Red, Congo Red, Methylene Blue) in Water by UV – Irradiated Titania, Appl.Catal.B.Environ., 39, 75-90.
[6].S. Handoko, (2002), Preparasi Katalis Cr/ Zeolit Melalui Modifikasi Zeolit Alam, Jurnal ILMU DASAR, 3(1), 15-23.
[7].Satoshi Furuta,,Hiromi Matsuhashi,, and Kazushi Arata, (2004), Biodiesel fuel production with solid superacid catalysis in fixed bed reactor under atmospheric pressure, Catalysis Communications Vol.5, Issue 12., 721-723.
[8].Suroto,Tony., 2004, Kajian Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida Terhadap Distribusi Ukuran Pori zeolit Alam dan Uji Kemampuan Sebagai Adsorben
Untuk Kemurnian Minyak Daun Cengkeh. Skripsi. Yogyakarta; Universitas Gajah Mada
[9].Masakazu Toda, Atsushi Takagaki, Mai Okamura, Junko N. Kondo, Shigenobu Hayashi, Kazunari Domen, & Michikazu Hara Green, (2005), Biodiesel made with sugar catalyst, Nature., 438, 178
[10].Y. Li, X. Li, J. Li, and J.Yin, (2005), Photocatalytic degradation of methyl orange in a sparged tube reactor with TiO2-coated activated carbon composites, Catal. Commun., 6, 650-655.
[11].Satoshi Furuta, Hiromi Matsuhashi, and Kazushi Arata, (2006), Biodiesel fuel production with solid amorphous-zirconia catalysis in fixed bed reactor ,Biomass and Bioenergy Vol.30, Issue 10.,870-873.
[12].Trisunaryanti W., 2006, Kimia Zat Padat, Buku Ajar Program Studi Kimia Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
[13].Widayat S. dan Haryani K., 2006, Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorben Zeolit Alam: Studi Pengurangan Bilangan Asam, Jurnal Teknik Gelagar Vol.17 No.01, April 2006:77-82.
[14].Fatha, A’tina, 2007, Pemanfaatan Zeolit Aktif untuk Menurunkan BOD dan COD Limbah Tahu, Skripsi, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
[15].Gryglewicz., S.,(2007), Rapeseed oil methyl esters preparation using heterogeneous catalysts, Bioresource technology, ISSN 0960-8524.
[16].Rohm Hass AMBERLYST™ BD20, (2008), Solid Catalyst FFA Esterification Technology, Science Direct.
[17].Fang Chai, Fenghua Cao, Fengying Zhai, Yang Chen, Xiaohong Wang , Zhongmin Su, (2007), Transesterification of Vegetable Oil to Biodiesel using a Heteropolyacid Solid Catalyst, Appl. Catal. B: Environ.,30, 77-79.
[18].Wei Z, Xu C, Li B, (2008), Application of waste eggshell as low-cost solid catalyst for biodiesel production, Bioresour Tech.(11):2883-5.
[19].Schuchard et al.,1997 dalam Arita, S., 2009, Perbandingan Proses Pembuatan Biodiesel Didalam Reaktor Batch dan Fixed Bed Reaktor dengan Katalis Padat Alumina Berbasis Logam, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia, Bandung 19-20 Oktober 2009.
[20].Anonim, 2010, Titanium Dioxida (TiO2) Fotokatalis (photocatalist) Yang Potensial, Wordpress, http//: www.curvatech.com, di akses tanggal 1 Juni 2010.