Sabtu, 07 Mei 2011

ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Diels) DAN POTENSINYA SEBAGAI ANTIOKSIDAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam dunia farmasi dan kimia organik, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak terpisahkan. Penelitian mengenai senyawa alkaloid telah banyak dilakukan selama ini, baik untuk mencari senyawa alkaloid baru atau pun untuk penelusuran bioaktifitas. Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua senyawa alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Contoh tanaman yang mengandung senyawa alkaloid antara lain: brotowali, bluntas, daun wungu, kecubung, alang-alang, sambiloto, daun papaya, dan sebagainya.
Tanaman bratawali/ brotowali atau nama ilmiahnya adalah Tinospora crispa (L.) Diels merupakan salah satu tanaman asli Indonesia. Tanaman ini dikenal dengan khasiatnya untuk obat alternatif seperti demam, rematik, gatal-gatal, diabetes, kudis, obat luka, muntah, diare dan sebagainya. Menurut Noor H. dan Ashcroft S.J. (1998) senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman ini antara lain glikosida pikroretosida, zat pahit alkaloid berberina dan palmatina, pikroretin, damar dan harsa. Akarnya mengandung alkaloid berberina, tinosporina, tinosporidina, dan kolumbina. Juga dilaporkan mengandung senyawa anti oksidan bergenin (yang diidentifikasi sebaga gabungan senyawa N‐cis‐feruloil‐tiramin, N‐trans‐feruloil‐tiramin, dan seko‐iso‐larisi‐resinol). Juga mengandung senyawa kelompok triterpen siklo‐eukalenol dan siklo‐eukalenon (Kongkathip et.al.,2007).



Pada batang brotowali dilaporkan mengandung flavon O‐glikosida (apigenin), pikroretosida, berberina, palmatina, pikroretina, dan resin. Dalam penelitian terakhir ditemukan 3 senyawa kelompok alkaloid aporfina : N‐formil‐nor‐nusiferina, N‐asetil‐nornusiferina, dan Isikamina. Batang brotowali dilaporkan mengandung 2 senyawa diterpen baru tinotufolin-D dan viteksilakton. Uji pra klinis tanaman brotowali pada kultur sel Hela (karsinomaserviks), menunjukkan efek sitotoksisitas dari ekstrak brotowali setara dengan efek dari doxorubicin (Pranee et.al., 1997)
Hasil tumbukan atau pipisan daun brotowali digunakan sebagai obat gosok untuk mengobati sakit pinggang dan punggung. Di Jawa, T. crispa (L.) Diels banyak digunakan untuk mengobati demam dan sebagai obat luar, seperti luka dan gatal-gatal. Air rebusan daun banyak digunakan untuk menyembuhkan gatal-gatal, koreng, dan borok-borok yang sulit di sembuhkan yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme (Kresnadi, 2003).
Banyak manfaat yang diberikan oleh tanaman brotowali telah mendorong dilakukannya penelitian untuk menggali potensi lain dari tanaman brotowali. Salah satunya ialah potensinya sebagai sumber antioksidan.. Antioksidan bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas membentuk radikal bebas tidak reaktif yang relatif stabil. Radikal bebas memiliki pasangan elektron yang reaktif dan mampu bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau DNA. Reaksi antara radikal bebas dan molekul-molekul tersebut berujung pada timbulnya suatu penyakit. Oksigen reaktif dapat pula memacu zat karsinogenik sebagai faktor utama penyebab kanker. Bahaya radikal bebas dapat diredam oleh senyawa antioksidan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai komponen-komponen senyawa kimia yang terdapat dalam daun brotowali. Dalam penelitian ini akan diuji senyawa alkaloid utama (zat pahit: berberina dan palmatina) yang terkandung dalam daun brotowali dan kemungkinan potensinya sebagai antioksidan. Dengan uji antioksidan yang terdapat pada tanaman brotowali maka kita akan mengetahui senyawa mana saja yang berperan/ memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang bahan tanaman obat yang dapat menjadi salah satu alternatif sumber antioksidan alami, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

Gambar 1. Tanaman Brotowali
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis senyawa alkaloid yang terdapat dalam daun brotowali yang diisolasi dengan pelarut kloroform dan uji aktivitas sebagai antioksidan dengan metoda DPPH.

1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan tambahan pengetahuan tentang teknik isolasi alkaloid dalam daun brotowali.
2. Memberikan tambahan informasi mengenai kandungan senyawa alkaloid yang terdapat dalam daun brotowali.
3. Mengetahui hasil uji aktivitas senyawa alkaloid yang terdapat dalam daun brotowali.


























BAB 2
METODE PENELITIAN

1. Bahan Penelitian
a. Daun Brotowali (Tinospora crispa)
b. Kloroform
c. Metanol
d. Asam klorida 2 N
e. Petroleum eter
f. Kalium Iodida
g. Bismuth nitrat
h. Etil asetat
i. Aquades

2. Alat Penelitian
a. Peralatan gelas: Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, corong, pipet tetes, corong pisah, termometer.
b. Neraca elektrik
c. Seperangkat penghalus daun (blender)
d. Seperangkat almari pengering oven
e. Seperangkat alat magnetik stirrer
f. Seperangkat alat evaporator
g. Seperangkat alat distilasi
h. Seperangkat alat kromatografi kolom
i. Seperangkat alat titik leleh
j. Seperangkat alat spektrofotometer UV-visible
k. Seperangkat alat spektrofotometer Inframerah

3. Prosedur Penelitian
3.1. Penyiapan sampel
Sebanyak 1 kg daun brotowali dibersihkan, lalu dikering-anginkan sampai kering. Selanjutnya, sampel daun brotowali kering dihaluskan dengan blender untuk mendapatkan serbuk daun brotowali.
Proses Ekstraksi
Sebanyak 100 g serbuk daun binahong diekstrak secara maserasi menggunakan pelarut methanol dengan perbandingan 1:3 (b/v) selama 3x24 jam. Kemudian, hasil yang diperoleh disaring dengan penyaring Buchner, lalu diuapkan dengan evaporator Buchi, sehingga diperoleh ekstrak metanol kental. Selanjutnya, ekstrak metanol kental diekstrak cair-cair dengan pelarut petroleum eter (fraksi 40-60 hasil distilasi dari p.e. teknis) dengan perbandingan 1:1 (v/v), hingga diperoleh ekstrak metanol bebas minyak.
Ekstrak metanol bebas minyak diasamkan dengan asam klorida 2 N sampai tercapai pH 2. Kemudian diekstrak kembali dengan pelarut petroleum eter. Lalu, larutan HCl 2 N hasil ekstraksi tersebut dibasakan dengan larutan ammonium hidroksida sampai pH ~ 10. Selanjutnya, diekstrak dengan kloroform. Lapisan kloroform dipisahkan, lalu diuapkan sehingga diperoleh ekstrak alkaloid kasar (crude alkaloid).

Pembuatan pereaksi warna
a). Pembuatan pereaksi Dragendorff
Sebanyak 2,6 g larutan bismuth nitrat dan 7 g kalium iodida dididihkan dengan 25 mL asam asetat glasial selama beberapa menit, lalu didiamkan selama 24 jam. Endapan kalium asetat yang terbentuk disaring. Sebanyak 20 mL filtrat yang diperoleh, dicampur dengan 80 mL etil asetat dan 0,5 mL air, kemudian disimpan di tempat yang gelap. Apabila reagen akan digunakan sebagai larutan semprot, larutan yang telah dibuat diambil 10 mL lalu dicampur dengan 100 mL asam asetat glasial dan etil asetat sebanyak 240 mL.
b). Pembuatan pereaksi Mayer
Sebanyak 1,36 g merkuri klorida dilarutkan dalam 60 mL aquades. Sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 mL aquades. Larutan merkuri klorida dan kalium iodida tersebut dicampur, lalu diencerkan dengan aquades sampai volume 100 mL.

3.2. Uji warna alkaloid
Identifikasi awal adanya kandungan senyawa alkaloid dilakukan dengan uji warna terhadap ekstrak metanol dan petroleum eter dengan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer. Pada uji warna dengan pereaksi Dragendorff, ekstrak ditotolkan pada plat KLT, kemudian disemprot dengan reagen. Sedangkan, uji warna dengan pereaksi Mayer dilakukan dengan cara sejumlah kecil ekstrak metanol dan petroleum eter dilarutkan dalam reagen.
3.3.Pemilihan eluen dengan KLT
Plat KLT dipotong 1x8 cm. Pada kedua ujungnya diberi tanda garis sepanjang 0,5 cm. Ekstrak alkaloid kasar ditotolkan pada ujung bawah plat KLT. Kemudian, plat KLT dimasukkan ke dalam bejana pengembang yang telah jenuh oleh pelarut. Proses elusi diakhiri ketika eluen telah sampai pada batas atas. Spot yang terbentuk dilihat menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Eluen yang memberikan pemisahan terbaik digunakan sebagai eluen dalam KLTP.
3.4.Isolasi alkaloid dengan metode KLTP
Plat KLTP dari silica gel GF254 ukuran 20x20 cm dengan ketebalan 0,5 mm diaktifkan dengan dipanaskan dalam oven selama satu jam pada temperatur 100ÂșC. Batas atas dan bawah plat ditandai dengan lebar 1 cm dan 1,5 cm. Ekstrak alkaloid kasar yang dilarutkan dengan kloroform, ditotolkan memanjang pada plat KLTP. Plat dimasukkan ke dalam bejana pengembang yang telah jenuh oleh pelarut. Plat dikeluarkan dari bejana setelah sampel terelusi dan pelarut mencapai batas atas plat KLTP. Pita yang terbentuk diamati dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Pita yang terbentuk ditandai dan dikerok dengan spatula. Silica gel yang terdapat senyawa alkaloid dilarutkan dengan pelarut yang sama dengan eluen yang digunakan. Suspensi yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifus, kemudian disaring dan diuapkan. Sehingga diperoleh senyawa alkaloid yang selanjutnya akan diidentifikasi dengan spektrometer IR dan GC-MS, serta dilakukan uji aktivitas antioksidan terhadapnya.
3.5.Uji aktivitas antioksidan
Larutan ekstrak dalam metanol dengan berbagai konsentrasi, sebanyak satu mL ditambah dengan satu mL larutan DPPH dalam metanol (0,5 mM), kemudian diencerkan dengan metanol menjadi 5 mL, lalu dikocok dan didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 516 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Sebagai kontrol positif, digunakan asam askorbat. Uji aktivitas antioksidan ini dilakukan dalam tiga kali ulangan. Aktivitas antioksidan dihitung menggunakan rumus menurut Zhao et al. (2006), yang dinyatakan persentase inhibisinya terhadap radikal DPPH :
Aktivitas antioksidan (%) = [1-A1-Ao]x100
Ao : nilai absorbansi kontrol (tanpa sampel)
A1 : nilai absorbansi sampel


























Daftar Pustaka
Kongkathip, N., et.al, 2002, Study on Cardiac Contractility of Cycloeucalenol and Cycloeucalenone isolated from Tinospora crispa. Journal of Ethnopharmacology. 1/2, 83, p.95-99.
Kresnadi, B., 2003, Khasiat dan Manfaat Brotowali si-Pahit yang Menyembuhkan, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Noor, H., Ashcroft S.J., 1998, Pharmacological Characterisation of the Antihyperglycaemic properties of Tinospora crispa extract. J Ethnopharmacol.,Aug;62(1):7-13.
Pranee, Chavalittumrong; et.al, 1997, Toxicological study of crude extract of Tinospora crispa Mier ex Hook F.& Thoms. Thai, Journal of Pharmaceutical Sciences, 21(4): 199-210
Sukadana, I.M., 2010, Aktivitas Antibakteri Senyawa Flavonoid Dari Kulit Akar Awar-Awar (Ficus septica Burm F), Jurnal Kimia 4 (1), Januari : 63-70.