Material organik di dalam tanah dan sedimen adalah fraksi organik yang berasal dari organisme yang mati, dekomposisi residu hewan dan tanaman. Hasil dari dekomposisi adalah senyawa anorganik dan organik yang berasal dari jaringan tanaman (N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, dan Mn) dilepaskan ke tanah dan membentuk humus. Humus adalah hasil dekomposisi senyawa organik yang memiliki peranan penting dalam ekosistem darat dan laut karena meningkatkan kapasitas tukar kation di tanah dan sebagai sumber penyedia nutrisi yang penting (N, P, S). Humus disusun oleh humat dan asam fulviat dan senyawa ini tahan terhadap dekomposisi lanjut oleh mikrobia tanah
Pembentukan humus biasanya diukur dengan menggunakan harga rasio C/N. Selama dekomposisi terjadi, biasanya rasio C/N akan turun dari 80:1 dalam material tanaman yang segar menjadi 8-15:1 dalam humus. Senyawa humat dapat juga bertindak sebagai agen pengkompleks untuk logam berat. Asam humat merupakan molekul besar yang memiliki banyak gugus fungasional yaitu :
- –COOH
- –OH fenolat
- –OH alkohol
- –OH enol
- –C=O
Karena memiliki banyak gugus fungsional, maka asam humat banyak digunakan sebagai adsorben kation. Interaksi antara gugus fungsional dengan kation ( ion logam ) :
- gaya tarik elektrostatik
- pembentukan kompleks dan kelat
- Ko-adsorpsi.
Menurut Tan (1998) ko-adsorpsi adalah teradsorpsinya anion pada permukaan koloid dengan ion-ion positif (Al3+, Fe3+, Mn2+ dan Ca2+) sebagai jembatan.
Gambar 2.3 Kompleks anion fosfat-Al3+- molekul humat pada tanah gambut (Stenvenson, 1994)
Material organik juga dapat beperan penting di dalam struktur tanah, agregasi, penyusupan dan penahanan air, dan sifat fisik tanah lainnya.
Gambar 2.4 Molekul asam humat menurut Stevenson (1994)
II.3.3 Kapasitas Penukar Kation (KPK)
Kapasitas penukar kation (KPK) didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation. Tanah dapat menukarkan kation karena terdiri dari lempung maupun material organik yang permukaannya memiliki muatan negatif. Tanah yang memiliki tekstur dominan pasir dan sedikit material organik akan memiliki nilai KPK yang rendah, sedangkan tanah yang memiliki kandungan lempung dan material organik yang tinggi akan memiliki nilai KPK yang tinggi.
KPK biasanya dinyatakan dalam miliekuivalen per
KPK = Σ kation yang dapat dipertukarkan per
Nilai KPK tanah bervariasi menurut tipe dan jumlah koloid - koloid yang ada dalam tanah. Berdasarkan koloid di tanah yang dominan, pembagian nilai rata – rata KPK dapat dilihat pada Tabel 2.1
Kation – kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda – beda untuk menukar kation yang diadsorpsi. Jumlah yang diserap sering tidak setara dengan yang dipertukarkan. Ion – ion divalent akan lebih kuat daripada ion – ion monovalen, sehingga akan lebih sulit untuk dipertukarkan. Untuk mempertahankan elektronetralitas dalam tanah, reaksi pertukaran merupakan reaksi stokiometri seperti yang digambarkan dalam percobaan klasik (Way, 1950 dalam Tan, 1998)
Tabel 2.1 Nilai rata – rata KTK berdasarkan koloid tanah
Koloid – koloid tanah | KTK (mEq / 100g) |
Humus (material humic) | 200 |
Vermiculite | 100 – 150 |
Smectite | 70 – 95 |
Illite | 10 – 40 |
Kaolinite | 3 - 15 |
Sesquioxides | 2 – 4 |
(2.7)
Adsorpsi dan pertukaran ion memegang peranan praktis yang sangat penting dalam penyerapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara dan pemupukan (Tan, 1998).
Kapasitas tukar kation (KPK) pada tanah bergantung pada pH lingkungan. Jika pH di lingkungan sekitar rendah, maka permukaan dari lempung dan material organik akan terprotonasi, sehingga permukaan aktif akan bermuatan positif, sehingga berkontribusi dalam pertukaran anion di dalam tanah. Sedangkan pH lingkungan tinggi, maka permukaan aktif akan bermuatan negatif, sehingga berkontribusi dalam pertukaran kation.(Ian et al., 1996).
Gambar 2.5 Ilustrasi penukaran ion pada permukaan lempung
II.3.4 Sifat kimia tanah
Tingkat keasaman (pH) tanah merupakan parameter kimia yang penting dalam analisa rutin tanah. Derajat pH mempengaruhi nilai KPK, permukaan aktif lempung dan material organik, mempengaruhi spesies logam berat ditanah bersama dengan potensial redok tanah. Spesies logam berat yang berbeda dari logam berat yang sama di lingkungan, memiliki toksisitas yang berbeda pula. Sebagai contoh, Cu pada kondisi tanah yang asam akan memiliki toksisitas terhadap tanaman 2 kali lebih berbahaya jika dibandingkan dengan Zn, sedangkan Ni akan memiliki toksisitas terhadap tanaman 4 kali lebih berbahaya jika dibandingkan dengan Zn.
Daya hantar listrik (DHL) tanah dapat digunakan untuk menentukan salinitas tanah, yaitu garam – garam terlarut di tanah. Sumber utama garam – garam terlarut di tanah adalah pelapukan mineral dan batuan induk, garam sisa fosil, penurunan garam dari yang berhubungan dengan atmosfer, pupuk organik dan in organik dan lain – lain. Grifin dan Junirak dalam Spark (2003) telah mengembangkan model hubungan empiris antara daya hantar listrik, ECw atau DHL dan kekuatan ion (I) pada suhu 298 K
Daya hantar listrik pada suhu 298 K dapat dihitung dari persamaan :
DHL298 = DHLtft (2.8)
dimana :
DHLt : DHL yang terukur pada suhu tertentu
ft : 1 + 0,019 (t – 298 K)
t : temperatur saat pengukuran (K)
Gambar 2.6 Hubungan ECw dengan kekuatan ion pada suhu 289 K
II.4.5 Fosfat di dalam tanah
Fosfat merupakan komponen esensial di dalam tanaman yang harus tersedia bagi tanaman dalam bentuk ion anorganik yaitu dalam bentuk spesies ion orthofosfat. Pada rentang pH sebagian besar tanah, spesies orthofosfat dalam bentuk ion H2PO4- dan HPO42-. Orthofosfat tersedia bagi tanaman jika pH tanah mendekati netral. Jika pH terlampau asam, maka orthofosfat akan mengendap atau terikat dengan Al(III) dan Fe(III) di dalam tanah. Jika pH terlampau basa, orthofosfat akan bereaksi dengan kalsium karbonat membentuk hidroksipatit yang tidak larut.
(2.9)
II.4 Bentuk – Bentuk Logam Berat di Tanah
Kadar logam berat di dalam tanah dan yang dapat diserap tanaman sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Ekstraksi logam berat dalam tanah dengan metode ekstraksi dapat menggambarkan status dan perilaku logam berat di tanah. Beberap faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan ekstraksi antara lain adalah :
1. Sifat kimia pelarut yang digunakan
2. Teknik ekstraksi
3. Tahapan ekstraksi
4. Sifat khusus dari matrik
5. Heterogenitas fraksi padatan
Berdasarkan tingkat kelarutan, logam berat dalam tanah dapat dibedakan menjadi 6 bentuk (Tabel 2.2)
Tabel 2.2 Bentuk – Bentuk Logam berat di tanah
Bentuk logam | Bahan ekstraksi | Keterangan |
1. Larut dalam air | H2O | Logam ini berada dalam larutan tanah. |
2. Dapat ditukarkan | 1. MgCl 1M pH 7* 2. KNO3 0,01M*** | Logam ini terikat pada kompleks pertukaran tanah dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran kation. |
3. Terikat bahan organik | 30% H2O2 + 0,02M HNO3 pH 2, 85°C* | Logam ini berasosiasi dengan senyawa humus yang tidak larut.* |
4. Terikat Fe dan Mn oksida | | |
5. Terikat karbonat | NaOAc + HOAc | |
6. Terikat silikat | 3 ml HNO3 + HClO4 + HF** | |
Keterangan :
*) Tack dan Verloo (1995)
**) Gupta dan Sinha (2006)
***) Sauve et al. (2000)
II.5 Analisis Logam Berat Total
II.5.1 Analisis logam berat di tanah
Logam berat dalam tanah terdapat dalam berbagai bentuk ikatan oleh matrik tanah. Analisis logam berat total tidak membedakan komponen ikatan, tetapi merupakan jumlah logam berat dari semua ikatan. Analisis ini biasanya menggunakan asam penghancur (pekat dan keras).
Asam penghancur merupakan pengoksidasi bahan mineral dan sumber panas untuk menghancurkan mariks sampel. Penggunaan asam tunggal atau kombinasi asam harus mempertimbangkan sifat dari matriks sampel, sebagai contoh matriks yang mengandung silika (SiO2) hanya dapat dihancurkan oleh asam fluorida (HF).
Tabel 2.3 Beberapa jenis asam dan kegunaannya dalam destruksi basah (Dean, 2003)
Jenis Asam | Titik didih (°C) | Kegunaan dalam destruksi basah |
Asam klorida (HCl) | 110 | Beguna untuk mendestruksi garam karbonat, fosfat, beberapa oksida dan sulfida. Secara umum tidak digunakan untuk melarutkan bahan organik. |
Asam sulfat (H2SO4) | 338 | Berguna untuk membebaskan bahan yang mudah menguap. Menghancurkan logam, campuran logam, bijih, oksida, dan hidroksida. Penggunaan asam ini biasanya dikombinasikan dengan HNO3. |
Asan nitrat (HNO3) | 122 | Digunakan untuksampel yang tidak larut dalam HCl. Membebaskan unsur sebagai garam nitrat yang larut. Digunakan pula untuk logam yang tidak larut, campuran logam dan contoh biologi. |
Asam perklorat (HClO4) | 203 | Pada suhu penguapan merupakan oksidator kuat untuk bahan organik. Secara normal, sampel diperlakukan dulu dengan HNO3 sebelum ditambahkan HClO4 |
Asam fluorida (HF) | 112 | Untuk mendestruksi sampel dengan bahan dasar silica, membentuk SIF62- dalam larutan asam. |
Aqua regia (HNO3: HCl = 1:3) | - | Digunakan untuk logam, campuran logam, sulfida dan bijih yang lain. Baik dalam melarutkan logam Au, Pd, dan Pt. |
II.5.2 Analisis logam berat di tanaman
Pemilihan metode ekstraksi (dalam analisis tanah merupakan tahapan yang sangat menentukan) dalam analisis tanaman menjadi tidak menonjol. Yang perlu dikerjakan pada tahap pertama adalah pembebasan secara lengkap logam berat yang berada dalam sel – sel tanaman.
Pemilihan bagian tanaman yang paling sesuai untuk analisis dan kapan pengambilan sampel sangat penting dalam analisis tanaman. Jenis, umur, dan bagian tanaman berkaitan erat dengan perilaku fisiologi tanaman. Salah satu contoh pengekstrak yang dapat digunakan untuk menentukan logam berat total dalam tanaman adalah asam campur HNO3 : HClO4 : H2SO4 dengan perbandingan 5 : 2 : 1 (Yoshida et al, 1972)
II.6 Tanaman melon (Cucumis melo L.)
Melon (Cucumis melo. L.) merupakan tanaman buah semusim yang berasal dari lembah Persia, Mediternia. Tanaman melon termasuk jenis tanaman labu dan masih 1 keluarga dengan semangka, blewah, mentimun dan waluh. Pada tahun 1970, melon mulai dibudidayakan di Indonesia. Secara rinci, taksonomi tanaman melon seperti berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Agiospermae
Klas : Dikotiledoneae
Subklas : sympetalae
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis melo L.
Tanaman melon merupakan tanaman yang membutuhkan kondisi geografis tertentu. Melon dapat tumbuh pada ketinggian 0 –
Salah satu kunci sukses budi daya melon terletak pada pemupukan. Pupuk yang tepat akan menghasilkan buah melon sesuai yang diharapakan. Melon membutuhkan pupuk anorganik, baik mikro maupun makro. Oleh karena itu pemakaian pupuk anorganik pada tanaman melon relatif intensif. Tabel 2.4 menunjukkan fungsi unsur hara terhadap tanaman.
Tabel 2.4 Fungsi beberapa komponen kimia terhadap tanaman melon
No | Komponen | Fungsi |
1 | Nitrogen | Membuat daun tumbuh hijau dan sempurna. Dengan demikian proses fotosintesis akan berjalan sempurna. |
2 | Fosfor | Membuat tanaman tumbuh tegak dan sehat |
3 | Kalium | Membuat proses perkembangbiakan generative berjalan dengan baik |
4 | Magnesium | Menigkatkan kadar kemanisan buah melon |
5 | Boron | Membantu perkembangan akar tanaman dan pembentukan buah |
II.7 Bioakumulasi Logam Berat
Keberadaan Cd di biologi tergantung mobilitasnya dalam perairan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, salah satunya yaitu potensial reduksi-oksidasi dan pH pada sedimen yang merupakan parameter kimia-fisik yang paling penting dalam mempengaruhi tranformasi Cd dan keberadaannya dalam biota. Perubahan kondisi fisik dan kimia yang terjadi di tanah dapat meningkatkan mobilitas kimia dan oleh karena meningkatkan keberadaan Cd di dalam biota. (Ramesh dan Delaune, , 2008).
Gambar 2.7 Dinamika logam berat di dalam sistem tanah – tanaman (Peterson & Alloway, 1979 dalam Alloway, 1990)
Perpindahan elemen, M di dalam tanah ke dalam tanaman melibatkan beberapa seri reaksi, yaitu :
Gambar 2.8 Skema perpindahan elemen, M dari tanah ke dalam tanaman
Logam berat dapat terakumulasi di dalam jaringan tanaman karena logam berat terlarut dapat masuk kedalam sel bersama dengan ion-ion terlarut lainnya. Sel dapat menggunakan 5 tipe penjebakan elemen yang terlarut dalam air, yaitu
1. Membran sel dapat digunakan sebagai pembatas fisik untuk difusi ion atau ion terkiat atau membrane mengandung pompa selektif masuk atau keluar.
2. Elemen dapat disimpan, bebas atau terikat, dalam gelembung internal atau organelle setelah melewati membrane kedua.
3. Polimer internal dapat terikat dengan elemen pada kesetimbangan
4. Polimer internal dapat bergabung dengan elemen yang tidak stabil secara termodinamik tetapi secara kinetic stabil.
5. Dua elemen yang terjebak dapat berkombinasi mmbentuk endapan saat kesetimbangan.
(Frausto da Silva dan Williams, 2001)
Gambar 2.9 Skema transfer elemen, M melalui membrane sel
II.8 Penilaian Dampak Lingkungan
Lacutusu (1998) telah membuat indeks interval kontaminasi/polusi (C/p) yang dikembangkan dari standar Belanda yang dapat dilihat pada Tabel 2.5. Indeks C/p sendiri menggambarkan rasio kandungan logam berat yang terukur di tanah dengan nilai referensi kontaminasi yang diperoleh dari Standar Belanda yang dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.5 Interval penilaian C/p
C/p | Keterangan | Simbol |
<> | Kontaminasi sangat ringan | k.sr |
0,10 – 0,25 | Kontaminasi ringan | k.r |
0,26 – 0,50 | Kontaminasi sedang | k.s |
0,51 – 0,75 | Kontaminasi berat | k.b |
0,76 – 1,00 | Sangat kontaminasi berat | k.sb |
1,10 – 2,00 | Polusi ringan | p.r |
2,10 – 4,00 | Polusi sedang | p.s |
4,10 – 8,00 | Polusi berat | p.b |
8,10 – 16,00 | Polusi sangat berat | p.sb |
>16,10 | Luar biasa polusi | lr.b |
Tabel 2.6 Nilai referensi kandungan logam berat di tanah menurut standar Belanda
No | Elemen kimia | Nilai referensi |
1 | Cd | 0,4 + 0,007(A + 3B) |
2 | Co | 20 |
3 | Cr | 50 + 2A |
4 | Cu | 15 + 0,6 (A + B) |
5 | Ni | 10 + A |
6 | Pb | 50 + A + B |
7 | Zn | 50 + 1,5 (2A + B) |
Keterangan :
A : lempung (%)
B : material organik (%)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar